Risalahnews.com,-- Kekalahan dan tersudutnya tim Medsos Jokowi (dan Ahok) diyakini dibalik dimunculkannya isu-isu sensitif terkait masalah agama dan NKRI oleh tim media sosial Jokowi (dan Ahok) untuk menyerang kubu lawan, utamanya Tim Medos Muslim (TMM).
Pertarungan di media sosial
yang pada mulanya tak ada kaitan secara langsung dengan masalah agama
pun dibelokkan dan dikait-kaitkan ke arah hal yang sensitif tersebut.
Seakan penyerangan dan propaganda terhadap Ahok semata terkait persoalan
agama.
Demikian diungkapkan Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP) FISIP Universitas
Muhammadiyah Jakarta, Ma'mun Murod Al-Barbasy dalam jurnalisme warga Republika online (3/1).
"Tapi tak perlu kaget,
sudah menjadi tipikal kalangan islamfobia, kalau mereka sudah terdesak
dan kalah, maka akan melakukan segala rupa dan cara meski untuk hal yang
tak ada kaitan sama sekali," ungkapnya.
Mereka (tim medsos Ahok (dan Jokowi) mulai
menyudutkan kelompok Islam sembari dibangun persepsi bahwa merekalah
yang paling "Islami". Aneh bukan?
Dimunculkanlah istilah-istilah yang
begitu gampang untuk menyudutkan kelompok penentang Jokowi (dan Ahok),
seperti radikalis, ekstrimis, fundamentalis, intoleransi,
anti-kebhinnekaan, bahkan anti-Pancasila. Kalau orang yang paham Islam
dan mengerti juga sejarah relasi Islam dan negara (politik) di
Indonesia, maka tuduhan-tuduhan di atas menggambarkan kepicikan mereka,
naif dan menggelikan. Tampak "kebodohan" mereka.
Menuduh Muslim di Indonesia sebagai intoleran sungguh cara pandang
yang jauh dari proporsional. Kalau Muslim di Indonesia intoleran, maka
kaum minoritas di Indonesia nasibnya sudah seperti Muslim di Bosnia
Herzegovina yang dibantai habis oleh penjagal dari Balkan bernama
Slobodan Milosevic dan Radovan "jabrik" Karadzic dan dunia barat pun
diam membisu. Kalau Muslim di Indonesia intoleran, nasib minoritas di
Indonesia sudah seperti Muslim di Rohingya Myanmar, nasib minoritas di
Indonesia sudah seperti Muslim Patani di Thailand Selatan dan Moro di
Filipina, yangg terkucilkan. Nasib minoritas di Indonesia akan seperti
Muslim-Muslim di negara lain yang secara kuantitas minoritas, yang kerap
mendapat diteror dan nistaan.
Bagaimana mungkin seorang Muslim yang baik kok tidak menghargai
kemajemukan. Dalam pandangan Islam, tegas, dan jelas bahwa kemajemukan
adalah keniscayaan (baca lengkap QS. Al-Hujurat). Mereka yang menuduh
Muslim intoleran bisa jadi untuk menutupi penyakit intoleran yang
sejatinya singgah dan bersemayam di hati mereka. Merekalah sebenarnya
yang anti-Pancasila.
Setelah kampanye mereka melalui beragam kegiatan, termasuk lewat
media sosial tak berhasil juga menyudukan kelompok Muslim sebagai
anti-Bhinneka dan intoleran dan bahkan sebaliknya tuduhan sebagai
intoleran justru berbalik arah ke diri merek, secara keji mereka
sekarang mencoba membenturkan kelompok Muslim mainstream seperti
Muhammadiyah dan NU dengan kelompok Muslim nonmainstream seperti FPI,
HTI, PKS, dan kelompok Islam lainnya yang terbiasa pada dirinya
disematkan baju radikal dan intoleran.
Saat ini beredar postingan bagan (gambar) dan share tulisan yang
bernada membenturkan kelompok mainstream vs non-mainstream di media
sosial. Modus yang digunakan tidak berbeda jauh dengan modus lama yang
dulu digunakan oleh penjajah. Bedanya, dulu dibenturkan antara kelompok
modernis dengan kelompok tradisionalis.
Pada beberapa hal modus ini, juga masih digunakan. Ingat kasus Siyono
dan teroris lainnya, Muhammadiyah dan NU berusaha dibenturkan secara
keras. Dibangun persepsi bahwa Muhmmadiyah pro teroris dan kontra
pemberantasan teroris, sementara NU pro pemberantasan teroris. Menyebut
Muhammadiyah sebagai pro teroris, selain tak berdasar juga sangat sulit
dinalar.
Dalam postingan tersebut, Muhammadiyah dan NU disanjung
begitu rupa, meski dalam beberapa hal bisa dimaknai sebagai bentuk
"merendahkan" Muhammadiyah dan NU yang dinilai gagal meredam laju
kelompok non-mainstream. Sebaliknya FPI, HTI, PKS, dan kelompok
non-mainstream lainnya dihina-dina begitu rupa. Mereka dituduh ingin
mengubah Indonesia menjadi negara Islam atau negara khilafah, sebuah
tuduhan yang sama sekali tidak berdasar.
Yang nyata-nyata berdasar dan bukan lagi tuduhan atau fitnah adalah
bahwa Indonesia saat ini sudah dikendalikan oleh kekuatan asing
non-Muslim. Ini fakta dan bukan tuduhan, apalagi fitnah. Ironis bukan,
negara yang merdeka karena pekikan Allahu Akbar dan gelora jihad
"merdeka atau mati" tapi kemudian yang berkuasa "orang lain", sementara
yang Muslim dan pribumi justru termarjinalkan. Saya yakin ini bukan
negara yang dulu dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.
Aneh bukan, FPI, HTI, dan PKS ditakuti. Sementara terhadap mereka
yang telah nyata-nyata telah merampok dan berhasil memiskinkan rakyat
dan umat mayoritas Indonesia kok tetap dibiarkan menguasai Indonesia.***
Sumber : Rol