Risalahnews.com,-- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung upaya pemerintah Jokowi memblokir media-media online bahkan meminta Pemerintah khususnya
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Polri tidak
ragu menindak tegas media radikal.
Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Jakarta, Rabu mengatakan
Indonesia sebenarnya agak telat dalam menegakkan hukum terkait dengan
media-media radikal sehingga mereka leluasa menyebarkan pengaruhnya ke
masyarakat.
"Dari dulu sampai sekarang kita masih mau tawar menawar dengan
mereka yang jelas-jelas mempunyai iktikad jelek dan melawan hukum dengan
menyebarkan kebencian dan kekerasan baik dalam tulisan, gambar, maupun
video," kata dia.
Ia juga membantah dengan tegas sinyalemen bahwa 11 situs yang
diblokir oleh Kemenkominfo adalah situs-situs Islam. Menurutnya,
sinyalemen itu salah besar karena langkah pemblokiran itu konteksnya
bukan agama, tapi tentang pelanggaran dan ujaran kebencian.
"Ini bukan soal Islam atau tidak Islam, tapi ini soal melanggar
hukum atau tidak, melawan konstitusi atau tidak. Islam kalau melawan
hukum, ya, harus ditindak, apa pun alasannya. Begitu juga bukan Islam,
kalau melanggar harus ditindak tegas," katanya.
Selama ini, lanjut Yahya Staquf, NU diminta atau tidak, sudah aktif
memberikan pelaporan ke Kemenkominfo dan kepolisian tentang situs-situs
berbahaya tersebut.
NU juga menenangkan warga agar tidak terpengaruh atau bahkan marah menanggapi ujaran kebencian tersebut.
"Akibatnya NU selalu jadi sasaran serangan propaganda kebencian
itu," kata mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
PBNU baru-baru ini juga mencanangkan gerakan melawan hoax dan
radikalisme di internet. Keberadaan media radikal dinilai sudah menjadi
masalah global dan berdampak sangat buruk, bahkan masyarakat bisa
terprovokasi untuk melakukan tindakan melawan hukum setelah terkena
propaganda kekerasan dan hoax.
Menurut Yahya Staquf, sebenarnya gerakan melawan radikalisme sudah
dilakukan NU sejak 2006 dengan menggalang Nahdliyin yang aktif di
internet.
"Gerakan yang bersifat sukarela dan inisiatif sendiri ini sudah
berkembang signifikan dan memiliki anggota 1.000 orang lebih untuk
melawan hoax dan radikalisme di internet," katanya.
Ia berharap langkah ini juga diikuti organisasi lain dalam melawan
hoax dan radikalisme di internet, apalagi saat ini dinamika politik di
Indonesia sedang hangat dan banyak situs yang sengaja digunakan pihak
tertentu sebagai wahana propaganda dengan menghalalkan segala cara,
termasuk memproduksi informasi palsu.
"Mereka layaknya mesin propaganda yang canggih dengan sumber daya
yang kuat. Sudah banyak akibat tidak baik yang dihasilkan propaganda
hoax dan kekerasan ini. Makanya NU terus mengembangkan gerakan menolak
hoax dari latar belakang dan kepentingan apa pun," kata Yahya Staquf.***
Sumber : antara